Bagi movieholic mungkin mengerti hal terpenting saat menonton film dibioskop adalah kualitas gambar yang baik dan jernih. Kualitas gambar yang baik dan jernih dihasilkan dari proyektor yang juga harus berkualitas. dan tahukan kalian proyektor apa yang diapakai bioskop di Indonesia...????(hayooo apa..??)
buat yang nebak
100 buat kalian...(ambil di Pak ogah ya...hahaha)
ya betul di Bioskop Indonesia masih memakai 2 digital proyektor tersebut.
Kedua proyektor diatas memiliki kualitas bentang 4k (3.840 x 2.160 Pixel)
Secara resolusi, kopi film 35mm “tradisional” masih lebih unggul dari
format DCP yang sekarang ada. Format kopi film 35mm diperkirakan setara
dengan resolusi 8K sedangkan format tayang di bioskop digital yang
paling tinggi kualitasnya masih 4K. Kelebihan format digital adalah
kejernihan kualitas gambar yang selalu konsisten karena tidak adanya
risiko gambar cacat atau kotor karena sentuhan fisik seperti yang
terjadi dengan kopi film.
Sejarah Digital Cinema ini sendiri bermula pada tahun 2002 dimana pada
saat itu para Major Studio Hollywood membentuk sebuah organisasi yang
bernama Digital Cinema Initiative (DCI). Organisasi ini diciptakan untuk
menentukan standar arsitektur untuk bioskop digital agar tercapai model
yang seragam secara global, berkualitas tinggi dan tangguh. Dengan
mengacu pada standar Society of Motion Picture and Television Engineers
(SMPTE) maupun International Organization for Standardization (ISO) maka
ditentukan standar/format tertentu yang harus diaplikasikan untuk
menyiapkan master materi film, sistem distribusinya, sampai ke urusan
perlindungan isi film (content), pengacakan (encryption), dan penandaan
khusus untuk menghindari pembajakan (forensic marking). Semua teknologi
bioskop digital yang memenuhi persyaratan mereka disebut DCI Compliance
(sesuai/cocok dengan DCI). Perbedaan dasar antara sinema analog dengan
digital adalah cara pengemasannya (packaging), distribusi, dan
penayangannya.
Untuk pendistribusian sebuah film, idealnya produser/rumah produksi
mengirim materi ke server bioskop pada waktu dan tempat yang ditentukan
lewat jaringan satelit. Kenyataaannya, karena keterbatasan
infrastruktur, sampai sekarang materi film dikirim secara fisik dalam
bentuk hard disk portable ke bioskop tujuan dan kemudian datanya
ditransfer ke server bioskop.
Materi film itu baru bisa ditayangkan bila dimasukkan nomor seri khusus
ke dalam sistem proteksi isi, pengacakan, dan penandaan khusus yang
menempel pada materi film digital itu. Teknologi sistem proteksi isi ini
disebut Key Delivery Message (KDM). Dengan KDM, materi film digital
hanya bisa dibuka dengan nomor seri khusus pada waktu dan di tempat yang
sudah ditentukan. Apabila terjadi pembajakan di bioskop, dengan alat
khusus dapat dibaca watermark digital di kopi bajakan sehingga dapat
dilacak di bioskop mana dan kapan pembajakan terjadi.
Untuk harga investasi sendiri, jelaslah harga investasi Bioskop Digital
ini jauh lebih mahal ketimbang bioskop analog, perlu di ketahui harga
satu projector berkisar USD 150.000 bandingkan dengan harga proyektor
analog yang hanya USD 50.000 belum lagi di tambah beban pembelian server
dimana satu alatnya berkisar sekitar USD 8.800.
Reference